Kesempatan besar sedang diberikan kepada kita oleh Allah SWT. Yaitu kesempatan untuk bertemu bulan ramadhan. Kesempatan untuk memaksimalkan segala upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bulan yang tidurnya kita saja bisa bernilai ibadah, apalagi aktivitas lainnya yang lebih positif. Sebuah bulan yang istimewa.
Lewat kasih sayang-Nya Allah SWT menurunkan bulan Ramadhan. Bulan yang penuh rahmat, keberkahan, dan pengampunan. Bulan pertama kali diturunkan Al Quran kepada Nabi Muhammad SAW. Bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Bulan dimana di dalamnya syaithan-syaithan pun dibelenggu, memberi kesempatan besar bagi kita untuk beramal baik tanpa banyak gangguan yang berarti.
Siapa saja yang berpuasa pada bulan Ramadlan dengan dilandasi keimanan dan semata mengharap ridla Allah SWT akan diampuni dosa-dosanya sehingga mencapai keadaan seperti keadaan saat ia keluar dari rahim ibunya. Pahala berbagai amal pun dilipatgandakan oleh Allah SWT hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan lebih. Bulan Ramadlan merupakan bulan sabar, bulan jihad, dan bulan kemenangan. Sejarah membuktikan bahwa pada bulan Ramadlan inilah Allah SWT memberikan pertolongannya kepada kaum muslmin berupa kemenangan dalam pembebasan kota Mekkah (fathu Makkah), perang Badar dan berbagai kemenangan seperti penaklukan Andalusia (kini Spanyol dan Portugis).
Bukan hanya itu, bulan Ramadlan merupakan bulan membaca Al Quran, bulan mengeluarkan zakat fitrah, bulan memakmurkan masjid, bulan taubat kepada Allah, bulan perdamaian antar sesama kaum muslim, bulan silaturrahim, bulan saling menolong bagi mereka yang membutuhkan, bulan sedekah, bulan menjaga lisan dan perbuatan, bulan pembaharuan dan pengokohan iman, serta bulan penyucian hati dan pikiran. Bulan ramadhan bisa dikatakan adalah satu bulan yang akan bisa mengecas lagi energi ketaatan dan ketundukan kepada Allah SWT.
Itulah bulan Ramadlan, bulan yang semua waktunya merupakan kemuliaan dan keutamaan. Allah SWT mengaitkan puasa bulan Ramadlan dengan ketaqwaan. Hal ini dapat dipahami dari wahyu-Nya dalam surat Al Baqarah [2] ayat 183 :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa.”
Dalam ayat ini Allah menjelaskan hikmah dari disyariatkannya ibadah puasa, yaitu untuk melahirkan ketaqwaan pada diri orang-orang yang berpuasa. Artinya setiap orang yang berpuasa harus selalu memperhatikan aspek ini dari ibadah puasanya. Karena puasa yang sempurna adalah puasa yang bisa melahirkan ketaqwaan. Jadi muara dari puasa Ramadlan itu adalah taqwa. Berkaitan dengan hal ini Allah SWT menegaskan :
“Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, dan bertaqwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan” (QS. An Nur [24] : 52).
Sebagaimana dikatakan oleh sebagian sahabat nabi SAW hakikat taqwa itu adalah takut kepada Allah yang maha agung, mengamalkan al-qur’an dengan cara taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mempersiapkan diri untuk hari akhirat.
Taqwa bukanlah sekedar aku-akuan. Sebaliknya, taqwa ditunjukkan oleh lisan, hati, dan perbuatan. Allah SWT memerintahkan kita agar mengikuti seluruh yang dibawa Rasul dan mencegah diri dari seluruh larangan yang disampaikan Rasul.. Allah SWT berfirman dalam surat Al Hasyr [59] ayat 7 :
“Apa saja yang dibawa Rasul kepada kalian maka ambillah. Dan apa saja yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah.”
Ketaqwaan seperti digambarkan di atas tentunya bukanlah ketaqwaan yang bersifat parsial, melainkan ketaqwaan yang bersifat total dalam seluruh aspek kehidupan. Bukan ketaqwaan yang bersifat temporal hanya di bulan ramadhan saja, melainkan ketaqwaan yang bersifat kontinyu di setiap waktu baik di dalam maupun di luar bulan Ramadhan.
Ketaqwaan yang hakiki adalah ketaqwaan yang tidak terikat oleh dimensi ruang dan waktu. Sebagaimana dinyatakan oleh nabi SAW ketika berwasiat kepada Abu Dzar al-Ghifari:
Bertakwalah kamu kepada Allah di mana saja kamu berada.
Ketaqwaan seperti itu mengharuskan kita untuk terikat pada hukum Allah dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam Ibadah, rumah-tangga, pergaulan sosial, pendidikan, ekonomi dan politik. Ketakwaan yang mencakup hubungan kita dengan Pencipta, dengan diri sendiri maupun ketakwaan dalam hubungan kita dengan sesama manusia.
Jadi taqwa merupakan ketaatan kepada Allah SWT dengan cara mengikuti setiap hukum dan aturan-Nya yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW.
Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian semua ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh nyata bagimu. Tetapi, jika kalian menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al Baqarah [2] : 208 – 209).
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa sebagian orang-orang Yahudi yang masuk Islam menyangka bahwa keimanan mereka tidak ternodai sekalipun mereka tetap meyakini sebagian isi Taurat. Namun, Allah SWT menjelaskan bahwa masuk kedalam Islam mengharuskan kita untuk beriman kepada seluruh apa yang diturunkan Allah SWT berupa Islam ini. Bila tidak, maka ia telah mengikuti syaithan yang sebenarnya merupakan musuh yang nyata. Lebih jauh beliau memaknai ayat ini dengan menyatakan ‘Allah SWT memerintahkan kepada kaum beriman dan meyakini kebenaran Rasulullah Muhammad SAW untuk mengambil seluruh ajaran Islam dan syari’atnya, melakukan semua perintah-Nya dan meninggalkan apa pun yang Dia larang dengan sekuat tenaga’. (Tafsirul Qur`anil ‘Azhim, I, halaman 307 – 308).
Jelas, bulan Ramadhan merupakan saat umat Islam baik secara individual maupun kolektif menjadi orang-orang yang melakukan ketaatan penuh kepada Allah, dengan menjalankan hukum dan aturan-aturan-Nya. Insya Allah ketakwaan akan bisa dicapai dengan puasa ramadhan baik ketakwaan individu maupun ketakwaan kolektif. Wallahu A’lam.